Kamis, 18 Januari 2007

Polda Selidiki Aparat Pajak & Bea Cukai Jabar

[Pikiran Rakyat] - Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya terus menyelidiki dugaan keterlibatan aparat kantor Pajak dan Bea Cukai di wilayah Jawa Barat dalam kasus pemalsuan dokumen ekspor fiktif. Kapolda Metro Jaya Irjen Pol. Firman Gani menyatakan, penyidik tengah menyelidiki aparat Bea Cukai dan Pajak di Bandung, Cimahi dan lainnya.

Sejauh ini, baru seorang yang ditangkap dari petugas Bea Cukai Bandung, SAR, dan kini terus didalami keterangannya. Seorang lagi dari instansi yang sama, BAY, sudah dipanggil, namun belum datang dengan alasan cuti.

"Kami terus menyelidiki aparat Bea Cukai dan Pajak maupun broker yang terlibat pemalsuan dokumen ekspor fiktif," katanya. Menjawab pertanyaan wartawan usai salat Jumat (13/1) di Polda Metro Jaya, Gani menegaskan, penyidik mendalami pula dugaan keterlibatan para pejabat di atas kepala seksi di Bea Cukai maupun Kantor Pajak.

Menurutnya, kasus ini akan melebar sehingga banyak pihak diduga kuat terlibat. "Ada semacam suatu geng. Mereka membuat restititusi pajak palsu, bisa di Jakarta, Surabaya, Medan atau Makassar dan kota lain," katanya.

Sedangkan tentang keterlibatan para pengusaha WN India, ia menyatakan delapan orang telah dipanggil dan kini masuk daftar pencarian orang (DPO). Mereka sedang di luar negeri, tetapi belum dikategorikan melarikan diri.

Sesuai catatan Imigrasi, mereka ada yang pergi ke Malaysia, Singapura, ada juga tengah haji. "Kita akan periksa mereka, tapi tunggu mereka datang dari luar negeri," tambah Gani.

Ia menegaskan pula, 16 orang dalam kasus pemalsuan dokumen ekspor telah ditangkap oleh Kepolisian Pelaksana Pengamanan Pelabuhan (KP3) Tanjung Priok. Diduga anggota jaringan yang terlibat 30 orang.(A-84)***

Sabtu, 13 Januari 2007

210 Aparat Pajak Dikenai Sanksi

[Jambi Independen] Selama 2006 Direktorat Jenderal Pajak (DJB) telah menjatuhkan sanksi kepada 210 aparatnya. Hukuman tersebut bervariasi berdasarkan tingkat kesalahan yang dilakukan. Dirjen Pajak Darmin Nasution mengatakan, untuk mengurangi pelanggaran oleh aparat pajak, DJP akan semakin mengefektifkan modernisasi kantor pajak.

”Orang mengira Ditjen Pajak itu tidak transparan, padahal ada data lengkap tentang pegawai yang melakukan pelanggaran sekaligus sanksi yang diberikan. Cara menguranginya dengan Modernisasi Kantor Pajak,” ujar Darmin Nasution di sela pembahasan RUU Ketentuan Umum Perpajakan di Gedung DPR kemarin. Dengan modernisasi, diharapkan bisa meminimalkan frekuensi bertemu antara aparat dengan Wajib Pajak.

Jumlah 210 pegawai pajak yang dikenai sanksi pada 2006 tersebut memang lebih kecil dibanding 2005 yang mencapai 251 pegawai. Selama 2006, pegawai yang mendapat hukuman disiplin ringan berupa surat peringatan dan teguran mencapai 102 orang. Sedangkan hukuman disiplin sedang mencapai 37 orang. Mereka mendapatkan sanksi penundaan kenaikan gaji, turun gaji, hingga penundaan kenaikan pangkat.

Selain itu selama Januari 2007, jumlah pegawai yang dijatuhi sanksi mencapai 31 orang. Yakni terdiri atas hukuman disiplin ringan 20 orang, sedang 8 orang, dan berat 3 orang.

Lalu pegawai yang mendapat hukuman disiplin berat mencapai 71 orang. Sanksi yang dijatuhkan berupa penurunan pangkat, non job (pembebastugasan), berhenti dengan hormat, hingga berhenti dengan tidak hormat. ”(Yang dihukum berat) itu karena mereka melakukan sesuatu yang diluar ketentuan perpajakan,” kata Direktur Pemeriksaan DJP Amri Zaman.

Amri mengatakan, sanksi yang diberikan didasarkan pada PP No 30 tentang Peraturan Disiplin PNS. Namun ada pula yang sudah berurusan dengan aparat kepolisian. ”Seperti kasus Pademangan itu kan ke polisi,” ujar Amri. Kasus yang dimaksud adalah dugaan restitusi fiktif berupa pemalsuan faktur pajak.

Sanksi yang dijatuhkan, ujar Amri, berasal dari beberapa pengaduan dan laporan, baik itu dari internal maupun Wajib Pajak. ”Setelah diperiksa, dilihat kesalahannya. Nanti dikategorikan ringan, sedang, atau berat,” kata Amri.

Senin, 02 Agustus 2004

Gaji Aparat Pajak Akan Disetarakan dengan Swasta

[Tempo Interaktif] Gaji pegawai negeri sipil di Direktorat Jenderal Pajak rencananya bakal dinaikkan hingga mendekati besaran kompensasi yang diterima karyawan swasta dan badan usaha milik negara. Langkah ini dimaksudkan untuk mengikis praktek korupsi dan kolusi aparat pajak.

Dengan kenaikan itu, diharapkan nantinya
penghasilan bulanan aparat pajak mencapai 75-80 persen dari penghasilan bulanan karyawan swasta dan BUMN. Rencana ini tertuang dalam dokumen yang disusun Departemen Urusan Fiskal Dana Moneter Internasional (IMF) yang salinannya diperoleh Tempo News Room.

Dalam dokumen tertanggal 19 Juni 2004 itu juga disebutkan, selain peningkatan penghasilan bulanan, aparat pajak masih akan diberi tunjangan kinerja tahunan berdasarkan prestasi yang dicapai.

Untuk pegawai pajak yang berprestasi tinggi, akan diberi tunjangan 4 persen dari penghasilan tahunan. Sementara itu, pegawai yang berprestasi sedang akan memperoleh tunjangan 2 persen dan pegawai yang tidak tak berprestasi tidak memperoleh tunjangan sama sekali.

Di luar itu, masih akan diberikan bonus tahunan kepada unit, divisi, atau pegawai perseorangan yang berprestasi cemerlang. Untuk itu, akan diterapkan sistem penilaian yang bisa mengevaluasi kinerja pegawai.

Adapun dana untuk peningkatan penghasilan bulanan ini, rencananya bersumber dari perolehan pajak. Diusulkan 2 persen dari hasil pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) disisihkan untuk membiayai rencana ini.

Penyisihan sebesar itu sesungguhnya masih kurang memadai. Sebab, diperkirakan setidaknya dana yang dibutuhkan mencapai 2,4 persen dari total anggaran gaji tahunan karyawan Ditjen Pajak (sekitar Rp 19 miliar).

Tenaga Pengkaji Sumber Daya Manusia Ditjen Pajak, Djangkung Sudjarwadi, ketika dimintai konfirmasinya, tidak menampik adanya rencana itu. Namun, ia menyatakan, usulan peningkatan pendapatan bulanan pegawai pajak akan dilakukan bertahap. "Kami kan juga melihat anggaran yang kita miliki," katanya kepada Tempo News Room kemarin.

Menurut Djangkung, peningkatan penghasilan itu dimaksudkan sebagai salah satu cara untuk mengurangi korupsi, kolusi, dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan aparat pajak. "Di negara ASEAN lain pun," katanya, "penghasilan pegawai pajak 75-80 persen dari penghasilan pegawai swasta di level yang sama."

Ia mencontohkan, jika penghasilan untuk seorang sarjana baru yang masuk ke perusahaan besar swasta saat ini Rp 2 juta per bulan, nantinya sarjana baru yang masuk Ditjen Pajak pun seharusnya memperoleh penghasilan bulanan sekitar 80 persennya atau Rp 1,6 juta.

Di sisi lain, Djangkung menegaskan, sebagai penyeimbang dari kenaikan penghasilan itu, Ditjen Pajak akan menerapkan aturan internal yang tegas, yang bisa menjamin pengawasan terhadap kinerja pegawai pajak.

Terkait dengan rencana penyisihan 2 persen hasil penerimaan pajak, Tenaga Pengkaji untuk Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak, Robert Pakpahan pernah menyatakan bahwa hal itu sesuai dengan pokok pikiran amandemen Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.