Rabu, 26 Maret 2008

Direktorat Pajak Minta Polisi Panggil Sukanto

[Tempo Interaktif] - Direktorat Jenderal pajak meminta kepolisian memanggil paksa Sukanto Tanoto untuk mengklarifikasi dugaan penggelapan pajak Asian Agri senilai Rp 1,3 triliun.

Pasalnya, Sukanto tidak pernah memenuhi tiga kali panggilan yang telah dikirim Direktorat Jenderal Pajak.

Direktur Intelejen dan Penyidikan Direktorat Jenderal Pajak Muhammad Tjiptardjo mengatakan pihaknya sudah mengirimkan surat panggilan ke alamat Sukanto di Indonesia maupun ke Singapura. Namun, surat panggilan itu selalu kembali dengan tangan hampa, termasuk panggilan ketiga yang batas waktunya berakhir pertengahan Maret lalu.

Bahkan, pihak Asian Agri selalu menjawab tidak pernah menerima surat panggilan tersebut. "Kalau memang dia tidak bersalah dan mempunyai niat baik, seharusnya memenuhi panggilan untuk mengklarifikasi. Mereka pasti tahu itu," kata Tjiptardjo di kantor pusat Ditjen Pajak jakarta, Rabu (26/3).

Jumat, 18 Januari 2008

Dirjen Pajak Diminta Menuntaskan Kasus Pajak Asian Agri Group

[Kopapi] - Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Darmin Nasution diminta segera menuntaskan kasus pajak Asian Agri Group. Berlarut-larutnya menyelesaikan atas kasus dugaan penggelapan pajak yang dilakukan anak perusahaan di lingkungan Raja Garuda Mas (RGM) itu, bisa menimbulkan ketidakpastian hukum bisnis sehingga memperburuk citra pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

“Pokoknya, Dirjen Pajak harus segera menuntaskan kasus pajak Asian Agri Group, apalagi Dirjen Pajak sudah dibantu juga oleh tim penyidik dari Kejaksaan Agung,” kata Muhammad Sahirin, Koordinator Koalisi Pengawas Aparat Pajak Indonesia (KOPAPI) pada saat menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Dirjen Pajak, Jakarta, Jumat (18/1).

Sekitar 100-an aktifis KOPAPI menggelar aksi untuk rasa untuk memberikan dukungan moral kepada Dirjen Pajak dan aparatnya, untuk segera menuntaskan kasus pajak tersebut. Sejak pertengahan tahun 2007, kasus dugaan penggelapan pajak berhasil dibongkar oleh aparat pajak. Bahkan, Ditjen Pajak pernah melansir informasi bahwa perusahaan milik konglomerat Sukanto Tanoto itu diduga menggelapkan pajak senilai Rp 1,340 triliun. Ada kemungkinan, angka tersebut meningkat karena hingga saat ini Dirjen Pajak masih meneliti sekitar 1.500 dukomen yang disita.

Menurut Muhammad Sahirin, pihaknya akan intens untuk mengawasi perkembangan kasus-kasus penggelapan pajak, termasuk yang dilakukan oleh Asian Agri Group. Sayangnya, hingga dua pecan lebih memasuki tahun 2008, pihak Ditjen Pajak belum menjelaskan perkembangan penyelidikan mengenai kasus ini. “Jika dalam proses ini, aparat terkesan main-main dengan kasus ini, kami akan melaporkan kelakukan aparat pajak kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Presiden SBY,” katanya.

Ditambahkan, pihaknya sangat prihatin melihat lambannya pengungkapan kasus ini, padahal dengan disitanya dokumen-dokumen keuangan, seharusnya Dirjen Pajak sudah menuntaskan kasus ini,” katanya. Dia juga menyarankan, agar Dirjen Pajak membawa kasus dugaan penggelapan pajak ini ke pengadilan, sehingga bisa menimbulkan efek jera bagi pengusaha lain yang akan melakukan tindak criminal penggelapan pajak. “Sebaiknya Dirjen Pajak mengenyampingkan dulu upaya penyelesaian di bawah tangan model out of court settlement. Jika hal ini dilakukan, kami meyakini bahwa citra pemerintahan SBY akan terlihat lebih baik,” kata Sahirin. [Antara News, Indonesia-Indonesia, Newspeg, Medan Bisnis,



Rabu, 09 Januari 2008

Sindikat Pemalsu Dokumen Restitusi Pajak Diciduk Polisi

[Kapanlagi.com] - Polres Kesatuan Polisi Pengamanan Pelabuhan (KP3) menangkap sindikat pemalsu dokumen restitusi pajak ekspor yang merugikan negara triliunan rupiah sejak 10 tahun terakhir ini.

"Sebanyak 12 tersangka yang ikut ambil bagian dalam membobol keuangan negara berhasil ditangkap," kata Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal (Pol) Firman Gani di Jakarta, Senin (09/01).

Ia mengatakan, untuk membongkar sindikat kejahatan terhadap kekayaan negara itu, penyidik Polres KP3 dibantu dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ke-12 tersangka yang kini ditahan di Mapolres KP3 itu, terdiri dari seorang pegawai Bea dan Cukai, tiga pimpinan perusahaan pengurusan jasa kepabeanan dan delapan pimpinan perusahaan swasta.

Kedelapan bos perusahaan swasta itu diantaranya berasal dari PT. Panca Putra Jaya, PT Sinar Surya Sakti, PT. Sinar Putra Mahkota Abadi, PT. Asia Citra Cemerlang dan PT. Raymark Eksimindo.

Kamis, 22 Maret 2007

Aparat Pajak Buru Pejabat Negara

[Tempo Interaktif] Direktorat Jenderal Pajak, Departemen Keuangan akan mengejar para pejabat eselon I-V serta pejabat negara yang tidak membayar pajak.

Menurut Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution para pejabat itu diwajibkan memiliki memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) atas penghasilan pribadi dari dalam dan luar negeri selama 2006.

Menurut dia, bagi mereka yang tidak mematuhi ketentuan akan dikenai sanksi sesuai aturan yang berlaku. “Bahkan bagi pejabat eselon I dan pejabat negara akan dilaporkan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,” ujar Darmin seusai menerima penyampaian SPT pajak penghasilan (PPh) pribadi Presiden di Jakarta kemarin.

Darmin menjelaskan langkah untuk mengejar para pejabat tinggi itu adalah bagian dari program ekstensifikasi penerimaan pajak yang telah dicanangkan pemerintah.

Menurut dia, kewajiban memiliki NPWP dan SPT juga merupakan bagian kepatuhan terhadap peraturan perundangan pajak seperti tercantum dalam Peraturan Pemerintah No.30/1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dalam aturan itu ditegaskan setiap PNS wajib mematuhi peraturan perundangan di bidang pajak.

Darmin mengaku telah telah selesai mendata pejabat eselon IV dan eselon I yang telah mempunyai NPWP dan menyampaikan SPT. "Kami masih memberi toleransi waktu selama dua bulan sejak 31 Maret lalu," ujarnya.

Batas akhir penyetoran pajak terutang tahun 2006 adalah 23 Maret 2007. Sedangkan batas waktu penyampaian SPT 2006 jatuh pada 31 Maret 2007.

Lebih lanjut dia menjelaskan, kewajiban memiliki NPWP berlaku bagi orang pribadi yang tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dan memiliki penghasilan Rp 13,2 juta setahun atau 1,1 juta per bulan.

Seperti diberitakan pemerintah akan melakukan perluasan basis pajak atau ekstensifikasi pajak berbasis kerja atau karyawan mulai 6 Maret lalu. Dalam tahap awal Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan pemberian nomor pokok wajib pajak kepada karyawan PT HM Sampoerna Tbk., dan PT Petrokimia Gresik.

Menurut Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Hasan Rachmady Perluasan basis pajak diharapkan dapat menjaring 13 hingga 15 juta calon wajib pajak sampai 2008. Saat ini Dirjen Pajak mencatat sebanyak 3,7 juta wajib pajak. Tahun ini diharapkan ada peningkatan 7 juta sehingga pada akhir tahun jumlah wajib pajak mencapai 10,7 juta.

"Potensi calon wajib pajak ada 37 juta dengan perhitungan jumlah penduduk dikurangi jumlah penduduk miskin dan pemilik NPWP," katanya.

Terkait dengan upaya itu di wilayah Jakarta, Direktorat Pajak sudah melakukan pendekatan property base dan professional base. Upaya itu dilakukan dengan menjaring wajib pajak baru dengan terhadap karyawan dan manajemen perusahaan.

Darmin menambahkan, penerimaan pajak penghasilan, baik pribadi maupun badan adalah kontributor utama sumber penerimaan pajak negara. Setelah itu baru kontribusi dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) barang dan jasa. “Potensi penerimaan PPh badan dan migas 2007 mencapai 60 persen dari total penerimaan pajak.” ujarnya.

Kamis, 18 Januari 2007

Polda Selidiki Aparat Pajak & Bea Cukai Jabar

[Pikiran Rakyat] - Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya terus menyelidiki dugaan keterlibatan aparat kantor Pajak dan Bea Cukai di wilayah Jawa Barat dalam kasus pemalsuan dokumen ekspor fiktif. Kapolda Metro Jaya Irjen Pol. Firman Gani menyatakan, penyidik tengah menyelidiki aparat Bea Cukai dan Pajak di Bandung, Cimahi dan lainnya.

Sejauh ini, baru seorang yang ditangkap dari petugas Bea Cukai Bandung, SAR, dan kini terus didalami keterangannya. Seorang lagi dari instansi yang sama, BAY, sudah dipanggil, namun belum datang dengan alasan cuti.

"Kami terus menyelidiki aparat Bea Cukai dan Pajak maupun broker yang terlibat pemalsuan dokumen ekspor fiktif," katanya. Menjawab pertanyaan wartawan usai salat Jumat (13/1) di Polda Metro Jaya, Gani menegaskan, penyidik mendalami pula dugaan keterlibatan para pejabat di atas kepala seksi di Bea Cukai maupun Kantor Pajak.

Menurutnya, kasus ini akan melebar sehingga banyak pihak diduga kuat terlibat. "Ada semacam suatu geng. Mereka membuat restititusi pajak palsu, bisa di Jakarta, Surabaya, Medan atau Makassar dan kota lain," katanya.

Sedangkan tentang keterlibatan para pengusaha WN India, ia menyatakan delapan orang telah dipanggil dan kini masuk daftar pencarian orang (DPO). Mereka sedang di luar negeri, tetapi belum dikategorikan melarikan diri.

Sesuai catatan Imigrasi, mereka ada yang pergi ke Malaysia, Singapura, ada juga tengah haji. "Kita akan periksa mereka, tapi tunggu mereka datang dari luar negeri," tambah Gani.

Ia menegaskan pula, 16 orang dalam kasus pemalsuan dokumen ekspor telah ditangkap oleh Kepolisian Pelaksana Pengamanan Pelabuhan (KP3) Tanjung Priok. Diduga anggota jaringan yang terlibat 30 orang.(A-84)***

Sabtu, 13 Januari 2007

210 Aparat Pajak Dikenai Sanksi

[Jambi Independen] Selama 2006 Direktorat Jenderal Pajak (DJB) telah menjatuhkan sanksi kepada 210 aparatnya. Hukuman tersebut bervariasi berdasarkan tingkat kesalahan yang dilakukan. Dirjen Pajak Darmin Nasution mengatakan, untuk mengurangi pelanggaran oleh aparat pajak, DJP akan semakin mengefektifkan modernisasi kantor pajak.

”Orang mengira Ditjen Pajak itu tidak transparan, padahal ada data lengkap tentang pegawai yang melakukan pelanggaran sekaligus sanksi yang diberikan. Cara menguranginya dengan Modernisasi Kantor Pajak,” ujar Darmin Nasution di sela pembahasan RUU Ketentuan Umum Perpajakan di Gedung DPR kemarin. Dengan modernisasi, diharapkan bisa meminimalkan frekuensi bertemu antara aparat dengan Wajib Pajak.

Jumlah 210 pegawai pajak yang dikenai sanksi pada 2006 tersebut memang lebih kecil dibanding 2005 yang mencapai 251 pegawai. Selama 2006, pegawai yang mendapat hukuman disiplin ringan berupa surat peringatan dan teguran mencapai 102 orang. Sedangkan hukuman disiplin sedang mencapai 37 orang. Mereka mendapatkan sanksi penundaan kenaikan gaji, turun gaji, hingga penundaan kenaikan pangkat.

Selain itu selama Januari 2007, jumlah pegawai yang dijatuhi sanksi mencapai 31 orang. Yakni terdiri atas hukuman disiplin ringan 20 orang, sedang 8 orang, dan berat 3 orang.

Lalu pegawai yang mendapat hukuman disiplin berat mencapai 71 orang. Sanksi yang dijatuhkan berupa penurunan pangkat, non job (pembebastugasan), berhenti dengan hormat, hingga berhenti dengan tidak hormat. ”(Yang dihukum berat) itu karena mereka melakukan sesuatu yang diluar ketentuan perpajakan,” kata Direktur Pemeriksaan DJP Amri Zaman.

Amri mengatakan, sanksi yang diberikan didasarkan pada PP No 30 tentang Peraturan Disiplin PNS. Namun ada pula yang sudah berurusan dengan aparat kepolisian. ”Seperti kasus Pademangan itu kan ke polisi,” ujar Amri. Kasus yang dimaksud adalah dugaan restitusi fiktif berupa pemalsuan faktur pajak.

Sanksi yang dijatuhkan, ujar Amri, berasal dari beberapa pengaduan dan laporan, baik itu dari internal maupun Wajib Pajak. ”Setelah diperiksa, dilihat kesalahannya. Nanti dikategorikan ringan, sedang, atau berat,” kata Amri.

Senin, 02 Agustus 2004

Gaji Aparat Pajak Akan Disetarakan dengan Swasta

[Tempo Interaktif] Gaji pegawai negeri sipil di Direktorat Jenderal Pajak rencananya bakal dinaikkan hingga mendekati besaran kompensasi yang diterima karyawan swasta dan badan usaha milik negara. Langkah ini dimaksudkan untuk mengikis praktek korupsi dan kolusi aparat pajak.

Dengan kenaikan itu, diharapkan nantinya
penghasilan bulanan aparat pajak mencapai 75-80 persen dari penghasilan bulanan karyawan swasta dan BUMN. Rencana ini tertuang dalam dokumen yang disusun Departemen Urusan Fiskal Dana Moneter Internasional (IMF) yang salinannya diperoleh Tempo News Room.

Dalam dokumen tertanggal 19 Juni 2004 itu juga disebutkan, selain peningkatan penghasilan bulanan, aparat pajak masih akan diberi tunjangan kinerja tahunan berdasarkan prestasi yang dicapai.

Untuk pegawai pajak yang berprestasi tinggi, akan diberi tunjangan 4 persen dari penghasilan tahunan. Sementara itu, pegawai yang berprestasi sedang akan memperoleh tunjangan 2 persen dan pegawai yang tidak tak berprestasi tidak memperoleh tunjangan sama sekali.

Di luar itu, masih akan diberikan bonus tahunan kepada unit, divisi, atau pegawai perseorangan yang berprestasi cemerlang. Untuk itu, akan diterapkan sistem penilaian yang bisa mengevaluasi kinerja pegawai.

Adapun dana untuk peningkatan penghasilan bulanan ini, rencananya bersumber dari perolehan pajak. Diusulkan 2 persen dari hasil pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) disisihkan untuk membiayai rencana ini.

Penyisihan sebesar itu sesungguhnya masih kurang memadai. Sebab, diperkirakan setidaknya dana yang dibutuhkan mencapai 2,4 persen dari total anggaran gaji tahunan karyawan Ditjen Pajak (sekitar Rp 19 miliar).

Tenaga Pengkaji Sumber Daya Manusia Ditjen Pajak, Djangkung Sudjarwadi, ketika dimintai konfirmasinya, tidak menampik adanya rencana itu. Namun, ia menyatakan, usulan peningkatan pendapatan bulanan pegawai pajak akan dilakukan bertahap. "Kami kan juga melihat anggaran yang kita miliki," katanya kepada Tempo News Room kemarin.

Menurut Djangkung, peningkatan penghasilan itu dimaksudkan sebagai salah satu cara untuk mengurangi korupsi, kolusi, dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan aparat pajak. "Di negara ASEAN lain pun," katanya, "penghasilan pegawai pajak 75-80 persen dari penghasilan pegawai swasta di level yang sama."

Ia mencontohkan, jika penghasilan untuk seorang sarjana baru yang masuk ke perusahaan besar swasta saat ini Rp 2 juta per bulan, nantinya sarjana baru yang masuk Ditjen Pajak pun seharusnya memperoleh penghasilan bulanan sekitar 80 persennya atau Rp 1,6 juta.

Di sisi lain, Djangkung menegaskan, sebagai penyeimbang dari kenaikan penghasilan itu, Ditjen Pajak akan menerapkan aturan internal yang tegas, yang bisa menjamin pengawasan terhadap kinerja pegawai pajak.

Terkait dengan rencana penyisihan 2 persen hasil penerimaan pajak, Tenaga Pengkaji untuk Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak, Robert Pakpahan pernah menyatakan bahwa hal itu sesuai dengan pokok pikiran amandemen Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.